Pagi ini Julia bangun dengan tenang, hari ini sama seperti hari-hari yang biasa di laluinya, di bawah rintikan hujan ia bersenandung,menuju sekolahnya di SMA Harapan, suaranya memang tak terdengar, karena ia harus melawan suara hujan.
Disekolah hari ini adalah mata pelajaran favoritnya akan berlangsung, Sastra, ya…Sastra , ia adalah satu dari berjuta orang yang mengagumi Chairil Anwar, ia adalah gadis yang akan menyendiri ketika sedih, ia adalah gadis yang senang menanti senja untuk ia tumpahkan menjadi sebuah puisi, dan ia adalah gadis yang membuat tuhan terpana karena alamNya telah dihargai dan dirangkai menjadi susunan kata-kata indah.
Pada saat jam istirahat, ibu Ratih yang merupakan guru sastra melihat lembaran yang berserakan di meja Julia, ia amati satu persatu kata yang di rangkai Julia. Betapa ia kagum dengan puisi-puisi itu,”indah sekali” bu Ratih berkata pelan, selama ini Julia tidak pernah memperlihatkan karya-karya terbaiknya untuk di berikan kepada Bu Ratih. Maka bu Ratih pun mencuri satu puisi buatan Julia yang berjudul Hening, untuk diam-diam ia kirim ke media cetak.
Betapa senangnya bu Ratih ketika mendengar berita dari surat kabar Remaja yang menyatakan bahwa puisi Julia terpilih untuk diterbitkan. Bu Ratih pun segera mewartakan berita gembira ini kepada Julia.
“Julia lihat ini ?” kata bu Ratih sambil memberikan majalah Remaja yang memuat puisi Julia kepada Julia. Julia pun membaca judul puisi tersebut, “ini seperti puisi saya bu?”.Tanya Julia.”ya, benar itu memang puisi kamu”. jawab bu Ratih, Julia sangat terkejut, dan sepertinya Julia tidak terlihat senang. Ia mau marah kepada bu ratih. Namun apa daya bu Ratih adalah seorang guru yang sangat di hargainya. Ia hanya tersenyum terpaksa.
Dirumah ia menangis melihat majalah itu, di sobeknya halaman yang memuat puisinya. Ia pun kaluar rumah, dan berlari sekencang-kencangnya menerobos hujan, ia menuju tempat yang sangat ia senangi, tempat ia menuliskan sejuta impiannya, tempat ia berkhayal akan masa depannya, tempat ia termenung lalui hari, tempat ia mencurahkan isi hatinya kepada alam, dan tempat ia menulis puisi. Tempat itu adalah sebuah pohon dekat padang ilalang, dari tempat itu ia bisa melihat matahari tenggelam, melihat burung menari dan keindahan alam lainnya.
Bukan tanpa alasan Julia tidak senang kalau puisinya di publikasikan. Dahulu waktu ia masih SMP ia pernah mempublikasikan Cerpen buatannya di sebuah majalah, namun bukan penghargaan ataupun pujian yang ia dapatkan, justru malah kritikan dari para pengeritik sastra, yang mengatakan bahwa cerpennya terlalu sparatis dan juga terlalu berkhayal.
Sejak saat itu ia tidak pernah mempublikasikan karya-karyanya, ia sudah sangat begitu merasa sakit hati, karena menurutn, setiap karya yang ia buat murni dari hatinya, dan ia telah menganggap karya-karyanya adalah bagian dari hidupnya.
Esoknya bu Ratih tidak melihat Julia di sekolah, sewaktu ia menceritakan tentang puisi Julia yang di muat di majalah Remaja, Dita yang merupakan sahabat Julia semenjak SMP dan juga mengetahui tentang cerpen Julia, ia pun memberitahu kejadian yang pernah dialami Julia sewaktu SMP kepada bu Ratih pada saat istirahat.
“jadi begitu bu, mungkin sekarang Julia sedang menyendiri, karena ia takut mendengar kritikan dari banyak orang tentang karyanya” Dita mencoba menjelaskan.
“oh…, kalau begitu nanti pulang sekolah antarkan ibu ke rumanya ya Dit, ibu ingin meminta maaf dengan Julia” pinta bu ratih
“Baik bu “ kata Dita.
Setelah pulang sekolah Dita pun mengantarkan bu ratih ke rumah Julia, sesampainya di rumah Julia,
“assalamu’alaikum” bu Ratih dan Dita mengucapkan salam.
“waalaikum salam” Julia menjawab salam sambil membukakan pintu,
Julia terkejut melihat kedatangan bu Ratih dan Dita, Julia pun mempersilahkan mereka masuk.
“Kedatangan ibu adalah untuk meminta maaf kepada kamu, ibu tidak tahu mengenai apa yang terjadi sewaktu kamu SMP, mungkin itu sebab kamu tidak masuk hari ini, tapi ibu ingin memberitahu kepada kamu, kamu adalah calon sastrawan terkenal karena karya-karya kamu itu, kamu hanya trauma, ibu rasa puisi kamu yang ibu kirim sangatlah bagus dan sarat akan makna, juga sangat indah, ibu sangat kagum ketika membaca puisi itu, kamu harus yakin kalau puisi juga terlahir bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain, maka bukalah mata dunia melalui karyamu” ibu Ratih berkata panjang lebar tanpa membiarkan Julia menyelangnya,
“terimakasih bu” sergah Julia
“kalau begitu ibu hanya ingin bicara itu kepada kamu, teruslah berkarya ya nak!, assalamu’alaikum” tambah bu Ratih, tanpa basa-basi lagi ibu Ratih dan Dita pun memohon diri. malamnya ia terus terngiang kata-kata bu Ratih kalau ia bisa membuka mata dunia dengan karyanya.
Beberapa bulan kemudian puisinya terpilih menjadi puisi terbaik versi majalah Remaja, ia sangat senang, ia tidak lagi mendapat kritik tapi mendapatkan pujian, mulai saat iyu Julia menjadi sering mengirimkan karya-karyanya ke media cetak, dan karyanyapun sering menjadi pemenang kompetisi sastra. Ia pun tumbuh menjadi sastrawan yang cukup terkenal.
by: Sha-rHa
Jakarta, kamis, 23 April 2009
Kamis, 23 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar